Akhir-akhir ini saya sering tak sengaja melihat poster salah satu calon
walikota yang saya garis bawahi taglain nya “menuju kota serang cantik”. Saya
mikir keras dengan kalimat tersebut. Biasanya yang saya tahu taglainnya pasti
tentang perubahan-perubahan yang bahasanya mungkin lebih familiar dipakai.
Menurut saya kalimat itu agak janggal dipakai. Coba kalo misalkan bahasanya
dirubah “menuju provinsi Banten cantik” atau “menuju desa X cantik” . Saya jadi
tiba-tiba terpikir sepertinya memang kata-kata semboyan “cantik” ini lagi hits,
yups kata-kata itu menjadi sangat terkenal karena sering dipakai oleh Syahrini. Biasanya semboyan yang sering terdengar yaitu
“maju mundur cantik” atau “ngopi cantik”.
Yang jelas menurut saya pribadi, agak kurang tepat aja penggunannya.
Apalagi itu ibaratnya kan buat iklan pencalonan yang biasanya kata-katanya agak
serius dan meyakinkan. Walaupun mungkin ada kata-kata yang nyeleneh ,
tergantung kekreatifan dari tim suksesnya mungkin. Tapi biasanya sesuatu hal
yang sebenarnya agar mudah diingat oleh masyarakat tapi mengena.
Dan ada hal yang menggelitik di benak saya dimana dari taglain-taglain yang
mereka tonjolkan berartikan ada perubahan yang ingin mereka prioritaskan. Dan
apakah prioritas mereka tentang kecantikan kota? Sedangkan mungkin masih banyak
PR yang harus dikerjakan selain dari penataan kota. Entah itu mungkin dari
pendidikan, kesehatan, ekonomi, dll.
Saat ini orang berlomba-lomba menjadi pejabat. Berarti menjadi pejabat itu
sesuatu hal yang mengasyikan? Padahal ada tanggung jawab besar disana. Terutama tanggung jawab di akhirat
kelak. Jikalau amanah itu justru menggelincirkan kita pada cintanya kita
terhadap dunia padahal kita sudah tahu itu fana, celakalah kita.
Para pejabat membangun ini itu di daerahnya, terus tidak lama kemudian
terciduk KPK, karena dana suap dan lain-lain dengan jumlah sekian-sekian. Rasanya
seperti kepercayaan itu murah sekali bagi mereka. Padahal kepercayaan itu
mahal, tak ternilai.
Pada zaman ini yang hitam dan putih seperti sudah bercampur begitu saja, seperti
warna abu-abu yang sudah biasa di masyarakat. Zaman yang membuat kita
geleng-geleng kepala. Dimana penjahat dan korban seperti bunglon yang tak bisa
dideteksi.
Kembali lagi ke pencalonan. Saya teringat oleh kata-kata pa Rhenald Kasali
dalam bukunya yang berjudul Self Driving,
Kira-kira begini kata-katanya mungkin tidak terlalu persis, intinya saja :
Menjadi seorang pemimpin itu seharusnya
bisa menjadi seseorang yang bukan hanya sekedar menjalankan program-program
yang sudah ada, lebih dari itu kudu kreatif yang intinya seorang pemimpin juga
mungkin bisa hanya sekedar pemimpin tapi passanger, bukan seorang driver. Dalam
artian disini adalah mentalitasnya. Dimana seorang driver itu harus bisa
melakukan perubahan, mengambil resiko, menyukai tantangan baru, dan lain-lain.
Terkadang kita sendiri bingung sebagai masyarakat, seperti tidak ada
pilihan. Kita enggak terlalu kenal siapa calon pemimpin kita, apa track
recordnya. Tapi harus memilih. Kita hanya kenal gambar-gambar mereka yang
bertebaran dimana-mana.
Akhirnya "kata-kata" memang mungkin bukan sekedar "kata-kata" dibalik itu ada makna didalaamnya. Tagline ternyata bukan sekedar tagline, ada pesan yang ingin disampaikan di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar