sumber gambar: www.was-was.com |
Anak-anak itu peka sekali, peka
penglihatan, pendengaran, pengecapan dan perasaannya. Mereka mudah meniru apa yang lingkungan
terdekatnya berikan, entah itu baik ataupun buruk. Terutama apa yang menjadi
kebiasaan di rumah dan orang tua mereka ajarkan. Mereka juga punya begitu
banyak pertanyaan, yang sering mereka lontarkan kepada orang-orang dewasa di
sekitarnya. Kadang membuat geli, merenung, atau takjub dengan
pertanyaan-pertanyaan mereka yang entah darimana. Mereka seperti sponge yang menyerap air yang bersih
atau kotor tergantung apa yang ada disekelilingnya.
Menurut saya menghadapi mereka
itu harus punya amunisi. Amunisinya itu adalah ilmu. Tanpa ilmu kita bakalan
nyasar dan bisa-bisa salah kaprah. Sedangkan kalau kita sampai ngasal dan salah
kaprah. Apa jadinya coba? Anak itu kan bukan coba-coba, kata salah satu iklan
yang ngehits banget kala itu.
Dan setiap anak itu, beda-beda. Mereka
punya dunia alam pikirannya sendiri-sendiri. Menjadi orang tua tidak serta
merta punya hak penuh atas kehidupannya.
Akhir-akhir ini, jikalau saya
melihat dede-dede bayi dan anak kecil. Tingkat kegemasan saya terhadap mereka
jadi meningkat. Maklumlah, teman-teman sebaya sudah pada punya buntut. Oalah
hahahaha, kalau lagi ngumpul sama temen rasanya pengen saya culik ke rumah itu
dede-dede bayi yang lagi lucu-lucunya. *Abaikan kegemasan saya
Waktu kita kecil, apa yang paling
kita ingat? Memori apa yang paling membekas? Mainan dan permainan bukan sih?
Suatu ketika saya membaca koran
tentang seseorang yang menyelundupkan mainan
dari Finlandia tempat tinggalnya ke Suriah. Orang ini lahir di Suriah,
dan sering membawa bantuan berupa makanan ke Suriah. Awalnya bukan sengaja
membawa mainan-mainan itu, tapi anaknya lah yang memintanya untuk membagikan
mainan-mainannya untuk anak-anak di Suriah. Karena bujukan anaknya lah, orang
ini membawa mainan yang ternyata numayan banyak itu. Ketika sesampainya di
Suriah, bukan makanan yang diserbu. Tapi mainanlah yang menjadi serbuan
anak-anak. Hingga orang ini terus membawa mainan seberat 8 kg tiap 2 bulan
sekali, dan anak-anak akan mengantri dengan tertib. Sehingga tentu saja orang
ini selalu dinantikan oleh mereka.
Mainan membuat siswa merasakan seperti ada orang yang peduli. Anak saya
mengingat mainannya lebih dari apapun di sekolah (kata salah seorang warga
yang mendapatkan mainan anaknya dari orang ini)
Mereka, anak-anak di Suriah itu
di tengah berbagai macam ketakutan, kelaparan dan himpitan kesusahan tetaplah
seorang anak-anak yang butuh akan imajinasi dan dunia bermain.
Saya sendiri masih ingat dulu
jaman SD, Dibeliin mainan lego, ngerakit-rakit dengan tumpukan kotak-kotak yang
warna-warni rasanya seru sekali. Mobil-mobilan kecil yang bisa melesat kalau ditarik
mundur dan mobil pakai remot yang bisa menyala-nyala , boneka susan yang bisa
ngomong sendiri. Saya mengingatnya dengan sangat baik, tapi saya tidak tahu
dimana mainan itu sekarang yah. Paling tidak walaupun sekarang entah dimana
barangnya, tapi kenangannya masih ada sampai sekarang.
Mainan itu seperti hidup dan
menjadi teman ketika kita masih kanak-kanak. Coba bayangkan saja ketika kita
melihat anak kecil yang sedang mengobrol dengan bonekanya sendirian. Kita pasti
akan tersenyum melihatnya. Mereka sedang belajar komunikasi dengan cara mereka
sendiri. Bisa dibayangkan jikalau anak-anak tanpa mainan, apakah dunianya tidak
kosong? Ada sesuatu yang ingin mereka isi, yaitu imajinasi.
Anak-anak itu magic, dengan tingkah polahnya yang biasa menurutnya.
Bisa membuat orang-orang dewasa disekelilingnya bahagia tertawa.
Lebaran kemarin, saya diajakin ke
pulau seribu dengan teman-teman. Cuman yak, mepet sekali pas hari lebaran
kedua. Padahal saya pengen sekali snorkeling, dan menikmati indahnya laut
disana. Berhaha hihi dengan teman-teman. Akhirnya saya urungkan niat saya.
Kayanya waktunya kurang pas.
Dan tiba-tiba saja saya ingin mengajak
ponakan-ponakan main dan akhirnya kita main ke mall dan main Timezone
sepuasnya. Adik saya dan saya sih jadi pengawal aja nemenin mereka. Terus, saya
ditarik ke toko buku. Beli beberapa buku dan mulai membacakannya di rumah.
Ketika kita melihat mereka
bahagia, justru diri inilah yang paling bahagia. Ada sesuatu yang menelusup
dalam jiwa.
Walaupun jalan-jalannya Cuma ke
mall terdekat
Walaupun jalan-jalannya Cuma ke
toko buku
Walaupun jalan-jalannya Cuma lewat
buku cerita
Tapi ada two different thing yang
saya dapat, ketika kita jalan-jalan ke suatu tempat untuk diri sendiri itu
membuat bahagia. Karena pada intinya ada kekopongan yang ingin kita isi. Tapi
setelahnya mungkin kita akan lebih haus lagi. Bolong, kita isi lagi dan
seterusnya.
Beda lagi jalan-jalannya
membersamai orang-orang yang kita cintai, selain kekopongan kita bisa terisi.
Ternyata tanpa sadar kita juga sedang mengisi jiwa-jiwa yang kopong
disekeliling kita. Lantas kebahagiaan seperti apa lagi, ketika kebahagiaan itu
justru berlipat-lipat dengan mereka.
Mengukir memori-memori mereka,
menghidupkan dunia imajinasi mereka.
Pulang-pulangnya saya diciumin
ponakan. Nah loh. Terima kasih loh aunty nya ini. Nanti kita main lagi yak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar