“A good traveler has no fixed plans and is not
intent on arriving”
(Lao
Tzu)
Lebaran
tahun 2013 kemarin kebetulan lagi dapet jatah libur 6 hari. Harta bagi
orang-orang yang bergelut setiap hari dengan rutinitas kerja adalah waktu yang
luang. Sepertinya terlalu disayangkan. Jika hanya duduk manis di rumah. Walaupun
sebenarnya, berkumpul dengan keluarga juga merupakan kebahagiaan yang tidak
bisa tergantikan. Namanya juga anak muda, pengennya kesana kemari mejeng sana
mejeng sini. Travelling kesana kemari hanya untuk mengisi memori.
Paling
tidak, nanti kalau ditanya cucunya ada cerita. Misalkan Cucunya nanya”Nek, dulu
nenek kemana aja kalau jalan-jalan?”. Terus sang nenek, bingung jawabnya. Sambil
mikir ini cucu ada-ada aja pertanyaannya. Neneknya menjawab”Nenek mah engak
kemana-mana cu di rumah aja”. Padahal kan yang namanya anak kecil pasti suka
dengan cerita. Apalagi cerita tentang petualangan misalnya. Jadinya cucunya
kecewa, sang nenek enggak ada cerita.
Jadi,
dapet jatah liburnya digunakan dengan sebaik-baiknya. Pokokya pengen liburan. Terkadang
kendala orang liburan adalah: waktu yang
gak tepat, budget yang gak cukup dan gak ada teman yang bisa diajak maen bareng.
Iyah coba bayangkan, kadang pas lagi ada budget, malah gak ada temen. Kadang ada
waktu malah gak ada budget. Untungnya pas liburan lebaran kemarin, dengan
sedikit maksa saudara deket buat nemenin akhirnya bisa juga. Sebenarnya waktunya
yang agak kurang tepat. Secara, libur lebaran di tempat-tempat wisata penuhnya
minta ampun.
Iyah,
hari itu akhirnya kita berangkat juga naik motor boncengan ke Tanjung Lesung.
Kami berempat, gue sama adek gue terus saudara gue sama pacarnya. Sebelumnya saudara
gue yang cerewetnya minta ampun sempet sangsi. Selain jauh tempatnya, juga
pasti bakalan macet. Dengan sotoynya gue bilang, enggak papa ha....ha....di
otak gue Cuma ada*liburan oh liburan titik*
Benar
saja praduga saudara gue, kita lewat pandeglang dan ternyata udah mulai padet dengan
berbagai macam kendaraan. Cukup menguras waktu di jalan. Di Pandeglang kita
istirahat dulu di rumah neneknya temen sambil makan siang. Kemudian langsung
dilanjutkan lagi hingga ke labuan. Karena gue sendiri belum pernah ke Tanjung
Lesung, Cuma menggerutu dalam hati. Ini kapan nyampe nya? Pantat gue udah mulai
tepos ini. Ternyata memang perjalanannya cukup jauh dan ditambah macet pula. Tapi
untungnya karena bawa motor, jadi bisa nyelip-nyelip.
Sebenarnya,
kenapa pengen ke Tanjung Lesung? Selain, karena memang masih daerah Banten yang
orang lokalnya sendiri kudu tahu dong yak. Udah gitu, emang liat foto-foto
temen juga pemandangannya bagus. Jadi deh dari situ ngecess pengen kesana.
Sesampainya
disana ternyata tempat yang gue bayangkan di foto teman berbeda. Saudara gue
baru ngasih tahu. Untuk masuk ke resort itu yang didalamnya ada fasilitas
menginap dan tempat yang gue maksud, harus bawa mobil. Motor di larang masuk. Seketika
itu agak kecewa, akhirnya kita menelusuri daerah-daerah sekitarnya. Lelah bercampur
kesal sambil melihat pemandangan sekitar. Setelah dilihat-lihat ternyata
pemandangannya indah, walaupun kita tidak sampai di tempat tujuan pertama. Tapi
sebenarnya kita mendapatkan ganti pemandangan yang tidak kalah indahnya.
Cuaca
yang cerah seakan membuat panorama alamnya semakin terlihat. Pasir-pasir yang
halus, batu-batu dan karang serta ombak melebur menjadi seperti lukisan alam
yang keren dan indah. Lelah memang, tapi jika diganti dengan pemandangan ini
rasanya lelah itu sirna seketika.
Nikmat
hidup yang luar biasa, sebenarnya kebahagiaan adalah kita sendiri yang
menciptakan. Apakah kita memilih untuk mensyukuri nikmat itu? Atau malah kita
memilih kecewa dan tak menyadari nikmat yang tersembunyi. Pulangnya membeli
oleh-oleh kerang yang baru gue temuin, soalnya bentuk cangkangnya yang tak bergerigi
tapi halus dan mulus. Hari itu, gue bersyukur bisa berlibur sejenak
meninggalkan hiruk pikuk rutinitas.
Jadi teringat dengan Rhenald Kasali yang mengharuskan setiap mahasiswanya mempunyai paspor, lalu sekilas di dalam
benak kita berkernyit sesaat. Untuk apa paspor? Bukankah untuk keluar negeri?. Terus
kita yang kebanyakan berfikir pada umumnya realistis. Enggak punya uang buat
jalan-jalan ke luar negeri. Cukup hanya membayangkan dan seperti tak berbuat
apa-apa. Lalu apa yang terjadi dengan para mahasiswa beliau ini. Ternyata hampir
99 persen bisa terealisasi. Entah itu dengan nabung, mencari losmen-losmen
murah, pokoknya nekat deh. Gue pikir mereka semua gila. Bayangkan, tanpa modal nekat
merantau di negeri orang. Apa mereka enggak takut? Bahkan ada salah satu mahasiswanya yang bisa mengunjungi 35 negara
dengan menjadi pedagang kaki lima. Cukup tertampar dengannya, bahwa kebanyakan
dari kita masih terkungkung dalam kotak realistis dan mengedepankan
ketidakmungkinkan. Hasilnya? Kita menjadi takut dan tidak memutar otak untuk
bepergian jauh. Intinya, mumpung kita masih masih muda.
i Jika ke luar negeri saja dikejar, apalagi yang di dalam negeri pastinya harus kita jelajahi. karena bangsa kita yang kaya budaya dan panorama. sehingga bertambah cintalah kita terhadap negeri ini yang tak kalah menarik dengan negara lain. Mulai dari lingkungan sekitar kita yang mungkin saja belum terjamah oleh kita. Yuk, mulai travelling darinya kita banyak belajar, selain mendapat wawasan kita juga mendapat pengalaman.
Jurnal ini ditulis dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Jurnal Perjalanan dari Tiket.com dannulisbuku.com #MenikmatiHidup #TiketBaliGratis
Batu-batunya menambah keunikan pantai ini :) Mampir juga di blogku ya, aku menceritakan pengalaman mendaki penanjakan dan gunung bromo bersama teman-teman TF-SCALE dari Indonesia & Singapura ^^
BalasHapuschalwoo
Yuaps benar sekali, indah dan unik.Berkunjunglah ke daerah kami. Terima kasih atas kunjungan blognya ^^
BalasHapus