Daftar Blog Saya

Senin, 26 September 2016

Idola remaja masa kini

Hari ini pagi-pagi beli uduk, ketemu guru jaman SMA. Terus sambil nunggu kita ngobrol-ngobrol deh. Beliau cerita kalau salah satu guru mengajaknya untuk "oprasi gincu". Pas saya mendengar pertama kali. Saya diem sambil mikir. What the meaning of "oprasi gincu" saya enggak ngeh, tapi saya mencoba membayangkan bahwa apakah yang dimaksud ibu itu semacam plastic surgery gitu yah, nah kan ada tuh kan di korea sana oprasi bibir biar merah permanen. 

"bu, maksudnya rajia ya bu yang dimaksud oprasi itu?" *tepok jidat baru ngeh
"iya nis, rajia gincu alias lipstik. Anak-anak sekarang lagi ngehits pada pake lipstik di sekolahan. merah-merah dah tu bibir" 
"Masa sih bu, jaman anis mah perasaan gak ada deh. kok bisa sih?"
"Atuh iya kali jaman anis mah. yah nis, kayanya ketularan sinetron deh. Terus nis yah, ibu juga rajia orang lagi pelukan coba. Kayanya pacaran tuh udah biasa jaman sekarang tuh"

Jujur saja, dari obrolan pagi ini saya agak kaget juga dengernya. soalnya jarang-jarang liat anak SMA, jadi merasa  gak ada sesuatu hal yang aneh. Tapi ternyata di luar sana generasi muda kita sedang diserang berbagai penyakit. Penyakitnya ya itu tadi, sinetron maupun youtube yang berkonten kurang mendidik. 
Tantangan orangtua jaman sekarang memang mungkin lebih besar. Karena jaman teknologi canggih seperti ini. Budaya dari negara-negara barat bisa dengan mudah terserap. Jangan sampai kesibukan membuat peran orang tua tergantikan oleh orang asing atau diserahkan ke sekolah begitu saja. 

Apakah mereka kurang sosok idola yang baik yak? kenapa yang dijadiin idola justru yang kurang baik untuk ditiru. Misalnya saja, sekarang itu bukannya jaman televisi tapi youtube. Nah ada beberapa youtuber yang setiap videonya itu bisa nyampe jutaan viewer. Bayangkan, dari penglihatan bisa jadi peniruan prilaku. kata-kata kasar seolah-olah biasa, tato-an dianggap keren. Banyak tuh, yang mengkritik. Tapi seolah-olah bahwa memang "identitasnya" memang seperti itu. katanya ya kalau gak gitu bukan"gue banget". 

kenapa ke"gue banget"nya sesuatu hal yang kurang baik itu tetap dipertahankan dan gak mau dirubah. Apa salahnya dirubah. Biarinlah dikatain alim kek, atau pencitraan. why too afraid what people saying than follow what your heart saying. ketika sudah menjadi idola itu, setiap prilaku itu bisa menjadi inspirasi orang lain, entah itu baik atau buruk. Bukankah jaman sekarang sepertinya antara yang baik dan buruk itu seakan-akan menjadi samar. Ceritanya nonton bule komentar terhadap salah satu video barunya awkarin dan young lex
"Kamu punya power untuk bangsamu tapi bisa dengan cara yang lebih baik.". Bule ini gak setuju bahwa kata-kata kasar bukan jadi pembenaran untuk konsumsi publik. Yah, dari lirik lagunya memang numayan agak kontroversial. Dari video itu ada juga yang membuat lagu antitesisnya, begitulah jaman sekarang, bebas berekspresi. Dalam dunia digital, karya adalah pendapat, kamu mau setuju kek mau kagak yah bisa komentar atau bikin karya kebalikannya. 

Setiap orang adalah buku yang sedang ia tulis, kita memang tidak bisa menjudge seseorang diliat dari luarnya saja. Mereka belum selesai menulis lembar demi lembar kehidupannya. Mungkin mereka juga sedang berjuang untuk kearah ke yang lebih baik begitupun kita-kita ini. keimanan itu memang kudu di maintanance. Di depan itu kita memang tidak tahu, tapi sebenarnya diri kitalah yang mengontrolnya. Melalui terus belajar di majlis ilmu, buku atau teman-teman yang positif juga sangatlah mempengaruhi.
saya pernah membaca bahwa, otak remaja itu sistem logikanya belum terbentuk dengan baik, alias  penyaringannya belum ada. Jadi jikalau tidak dibimbing dengan baik oleh orang dewasa mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Kemungkinan memang bisa salah pilih. Makannya ada yang mengatakan bahwa "mereka sedang mencari jati diri". 

Semoga oprasi alias rajianya bisa bikin jera yak bu, ada perubahan. Jadi inget jaman SMA deh, rajia rambut gondrong atau kuku panjang, eh sekarang ada oprasi gincu. *geleng-geleng

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar