Daftar Blog Saya

Minggu, 19 Maret 2017

Jendela dunia yang menghilang

Bagaimana mungkin, suatu budaya bisa tercipta tanpa adanya lingkungan yang memang mendukung terciptanya budaya tersebut. Mungkin bisa saja, tapi alangkah baiknya jika lingkungannya dibuat seakan-akan memang sudah memiliki budaya tersebut. Bukankah ketertarikan akan suatu hal, biasanya berawal dari seringnya kita melihat dan bisa mengaksesnya? Seperti halnya misalkan ketika kita ingin agar anak-anak bisa mencintai ilmu pengetahuan. Tapi kita akrabkan dengan televisi, ditambah lagi kita ikut-ikutan juga. Tak ada buku di lemari ataupun rak. Dan tak pernah melihat kita membaca. Bukankah itu hanya keinginan saja? bukan keseriusan yang ditindak lanjuti? 

Bisa saja lingkungan di rumah mungkin kurang aksesnya, kalau misalkan di luar lingkungan rumahnya  kemungkinan sangat mendukung. Bisa saja terbangun dengan baik. Tapi kalau misalkan tidak juga. Bukankah malahan ini, yang justru budaya ini dan itu hanya akan menjadi sekedar wacana? Maksudnya disini adalah budaya kepada hal-hal positif, misalnya budaya membaca. 

Saya suka heran, mall super gede bisa dibangun, tapi di sisi lain toko buku  di tutup. Banyak sekolah-sekolah yang hampir ambruk, fasilitas kesehatan yang dikorupsi. Industri ini dan itu dibangun, tanpa melihat dampak dari industri tersebut apakah lebih banyak merugikan atau menguntungkan. Jika pembangunan gedung ini dan itu begitu gencar dilakukan, begitu sulitkah untuk membangun fasilitas yang bisa membangun"otak-otak penghuninya". 

Sepertinya kita sudah cukup puas dengan mengaksesnya  melalui internet. Padahal dari tingkat kebenarannya masih disangsikan. Berita-berita hoax mudah sekali viral. Karena masyarakat lebih suka yang praktis-praktis saja. Tanpa mau mengkaji lebih dalam dan membaca lebih banyak. 

Berjam-jam mata kita tak bisa lepas dari ponsel, baca status ini dan itu di sosial media. Artikel berlembar-lembar di internet. Tapi membuka satu lembar buku rasanya males sekali. Begitukah, ke modern-nan telah menggeserkan semuanya jadi lebih praktis? Tapi bagaimana kalau informasi yang kita akses hanya sampah  belaka? Ibarat makanan, yang praktis itu kan "junkfood" tapi dari segi nutrisi begitu kurang. 

Saya bertanya kepada ade-ade remaja SMP yang kalau kita lagi ngumpul sibuk sekali dengan ponselnya. Berapa banyak waktu yang dihabiskan sama ponselnya? Mereka bilang sampai kecapean. Mereka sudah sangat kecanduan dengan dunia digital. Matanya tak berkedip, bahkan ketika ngobrol dan diskusi pun udah dicuekin itu saya didepan. Saya sampe geleng-geleng. Akhirnya suatu ketika saya kumpulin tuh ponsel mereka biar fokus. Sepertinya otak mereka tetap ke ponsel. Setelah selesai dan ketika akan pulang ponsel mereka pun melekat lagi dan langsung sibuk membalas pesan-pesan. Terus ada cerita di sekolahnya dimana satu kelas diulang gara-gara contekan massal dari "mbah google". Canggih bukan?

Mereka lebih suka membaca apa yang ada di ponselnya daripada membaca sekitar dan membaca buku. Ditambah pula , masa di provinsi segede ini, toko buku nya pada di tutup, kan sedih. Menggembar-gemborkan budaya baca. Toko buku aja ga ada, bagaimana ini? Biasanya kalau saya ke mall, selain pelesiran liat-liat atau membeli barang-barang dan kebutuhan tertentu juga suka emang pelesiran buku juga. Entah itu cuma menghabiskan waktu karena sedang menunggu teman, atau sekedar mencairkan otak yang sedang beku. Terus sekarang tempat pelesirannya enggak ada, saya jadi kurang alasan untuk pergi ke mall. 

Sebegitu sepikah peminat buku disini? hingga mereka mungkin merugi. Saya jadi gak kebayang sama ade-ade kita nanti kalau akses ke sumber ilmu pengetahuan saja begitu kurang. Waktu itu saya pernah melihat banner bahwa akan ada gramedia. Tapi, itu pun sampai sekarang belum terlihat perkembangannya. Malah tiba-tiba menghilang begitu saja.



Di lain pihak sebenarnya saya senang karena Perpustakaan Daerah sekarang, menjadi lebih nyaman dibandingkan pas jaman saya masih sekolah. Ditambah lagi sekarang jam bacanya bisa lebih panjang sampai pukul 18.00 dan hari minggu pun buka. Yah, kita positif thinking aja kali yah, mungkin mau ada toko buku  seperti gramedia yang mungkin lebih lengkap dan besar bisa ada di kota tercinta ini.

Katanya buku adalah jendela dunia. Jangan sampai kita kehilangannya. Nanti kita jadi buta terhadap dunia.
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar